Kami adalah keluarga yang hidup sederhana, namun aku bangga
punya ayah yang mampu menyekolahkan anaknya. Anak-anak hebat yang punya mimpi
hasil didikan seorang petani.
selalu ku ingat adalah jasa-jasa, sikap, perjuangan, dan ketulusannya
yang tiada batas. Ayahku memang hanyalah seorang petani biasa, bahkan mungkin
hanyalah seorang buruh tani. Kalau sedang beruntung ayahku juga menjadi petani
penggarap. Tugasnya menggarap sawah milik seorang tuan tanah. Ayahku tak
memiliki sawah ataupun lahan. Satu-satunya sawah yang sering dikelola oleh ayah
adalah sawah milik nenek.
Seperti petani yang lain ayahku selalu berangkat pagi-pagi,
setelah sholat subuh. Waktu kecil kalau hari minggu biasanya aku ikut. Perjalanan dari
rumah ke sawah satu jam, semuanya ditempuh dengan jalan kaki.
yang
menjadi ingatan sampai saat ini. Waktu itu aku berangkat sekolah, dan ayahku berangkat kesawah. Ayah dan aku sama-sama
jalan kaki, kami memang tidak berangkat bersama. Namun di pinggir
jalan
raya ketika aku berjalan menuju sekolah, aku melihat ayahku di pinggir pematang
sekitar kurang lebih 100 m dariku, sedang berjalan membawa cangkul
dan peralatan lainnya. Hatiku terenyuh. Aku terpikir. Aku berjalan dengan
membawa pena dan buku, pergi ke sekolah menengah pertama, bebanku pun ringan.
Sementara di sana ayahku berjalan dengan cangkul yang berat dan alat-alat
pertanian lainnya. Kalau aku yang membawanya sendiri. Aku berjalan untuk
menulis dan bertemu dengan teman-temanku dalam suasana riang. Sementara ayaku
berjalan untuk mencari nafkah. Bergelut dengan panasnya sinar matahari.
Bergulat dengan lumpur-lumpur sawah yang penuh dengan kotoran dan kuman.
Aku pun teringat, kalau semasa kecil ayah tidak merasakan bangku
sekolah menengah pertama seperti. Ayahku hanya sempat mengenyam pendidikan
Sekolah Rakyat,itu pun dengan penuh jerih payah. Sekarang anaknya, aku sekolah
di SMA sama halnya dengan teman-temanku.sedangkan kakaku seorang tentara.
Begitu bangganya ayah dan ibuku.terkadang pernah aku merasa iri dengan kakak
ku,dan berfikir untuk lebih hebat dari kakaku.
Dari sana aku pun sadar, bahwa aku dibesarkan dari hasil bertani. Aku
bahagia ketika ku bertani, berada di sawah. Hari-hariku ku habiskan dengan
sawah. Tentunya karena aku teringat ayah yang seorang petani. Saat itualah aku berfikir ingin untuk melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi pertanian
terbesar di negeri ini.
karna disekolah kami juga ada pelajaran pertanian, aku pun memahami
tentang arti pentingnya pertanian untuk kehidupan ummat manusia. Seorang mantan
rector yang telah wafat telah mengajarkanku arti pertanian sesungguhnya melalui
buku yang ia tulis.
Saat kami belajar pertanian di sekolah aku pun teringat kembali
akan ayahku yang seorang petani. kebanggaan pun muncul. Aku bangga mempunyai
ayah seorang petani. Ia telah ikut serta menyelamatkan jutaan nyawa ummat
manusia untuk kelaparan. Tanpa orang seperti ayahku, dunia ini akan berada
dalam kehancuran dan peperangan terus menerus.
Petani adalah pahlawan kehidupan. Tanpa mereka kita tidak bisa
makan. Tanpa mereka kita tak tahu mau makan apa hari ini.
Ketika melihat petani, aku selalu teringat ayahku, petani yang
ku lihat dan ayahku mungkin tidak jauh berbeda. Ayahku kuat, gagah, sabar,
tahan panas dan kotor. Cangkul selalu diayun untuk mengolah tanah, tanpa
menghiraukan apakah cangkul itu akan mengenai kakinya atau tidak. Terik
matahari di siang hari tak pernah dihiraukan. Tubuh pun hitam karena terbakar
oleh sengat matahari. Tetapi itulah ayahku, seorang yang berjuang untuk
membesarkan anak-anaknya. Ayahku tak tahu menahu tentang kebijakan pemerintah
yang mungkin akan merugikannya dan teman-temannya.
Ayahku dan petani lain mempunyai nasib yang sama. Tetap
kekurangan meski telah berjuang. Dikendalikan oleh tengkulak-tengkulak berduit.
Dimanfaatkan oleh tuan tanah yang hanya ingin untung sendiri. Begitulah nasib
petani kita. Menanam padi, tapi untuk makan berasyang bagus sulit. Menanam
sayuran tapi tak penah makan sayuran.
Aku beruntung bisa sekolah.Aku
belajar tentang pertanian Tapi yang terjadi sesunguhnya di petani
kita, tak ada pertanian ideal yang sesuai dengan teori. Tapi dengan adanya aku
di sini, untuk belajar aku pun jadi paham tentang apa yang harus aku lakukan
dalam pertanian.
Aku
mengemban amanah dari ayahku dan para petani seperti ayahku untuk memperbaiki
nasib para petani. Bukan hanya nasib petani yang harus aku perbaiki. Aku juga
harus mengubah wajah pertanian Indonesia. Pertanian berkemanusiaan,
pertanian berteknologi tinggi, pertanian berkelanjutan, dan pertanian yang
membawa kesejahteraan dan perdamaian.
Terima
kasih AYAH!. Kau telah mengajariku menjadi
seorang manusia utuh.
note: cerita tulisan ini hanya
fiktif , ini adalah cara penulis untuk menuangkan ide dan pikiran melalui
sebuah cerita seakan-akan ini adalah pengalaman penulis
kalau mau dianggap ini nyata juga
boleh!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar