Minggu, 14 Februari 2016

AKU BANGGA JADI ANAK SEORANG PETANI

Kami adalah keluarga yang hidup sederhana, namun aku bangga punya ayah yang mampu menyekolahkan anaknya. Anak-anak hebat yang punya mimpi hasil didikan seorang petani.
selalu ku ingat adalah jasa-jasa, sikap, perjuangan, dan ketulusannya yang tiada batas. Ayahku memang hanyalah seorang petani biasa, bahkan mungkin hanyalah seorang buruh tani. Kalau sedang beruntung ayahku juga menjadi petani penggarap. Tugasnya menggarap sawah milik seorang tuan tanah. Ayahku tak memiliki sawah ataupun lahan. Satu-satunya sawah yang sering dikelola oleh ayah adalah sawah milik nenek.
Seperti petani yang lain ayahku selalu berangkat pagi-pagi, setelah sholat subuh. Waktu kecil kalau hari minggu biasanya aku ikut. Perjalanan dari rumah ke sawah satu jam, semuanya ditempuh dengan jalan kaki.

yang menjadi ingatan sampai saat ini. Waktu itu aku berangkat sekolah, dan ayahku berangkat kesawah. Ayah dan aku sama-sama jalan kaki, kami memang tidak berangkat bersama. Namun di pinggir jalan raya ketika aku berjalan menuju sekolah, aku melihat ayahku di pinggir pematang sekitar kurang lebih 100 m dariku, sedang berjalan membawa cangkul dan peralatan lainnya. Hatiku terenyuh. Aku terpikir. Aku berjalan dengan membawa pena dan buku, pergi ke sekolah menengah pertama, bebanku pun ringan. Sementara di sana ayahku berjalan dengan cangkul yang berat dan alat-alat pertanian lainnya. Kalau aku yang membawanya sendiri. Aku berjalan untuk menulis dan bertemu dengan teman-temanku dalam suasana riang. Sementara ayaku berjalan untuk mencari nafkah. Bergelut dengan panasnya sinar matahari. Bergulat dengan lumpur-lumpur sawah yang penuh dengan kotoran dan kuman.
Aku pun teringat, kalau semasa kecil ayah tidak merasakan bangku sekolah menengah pertama seperti. Ayahku hanya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat,itu pun dengan penuh jerih payah. Sekarang anaknya, aku sekolah di SMA sama halnya dengan teman-temanku.sedangkan kakaku seorang tentara. Begitu bangganya ayah dan ibuku.terkadang pernah aku merasa iri dengan kakak ku,dan berfikir untuk lebih hebat dari kakaku.
Dari sana aku pun sadar, bahwa aku dibesarkan dari hasil bertani. Aku bahagia ketika ku bertani, berada di sawah. Hari-hariku ku habiskan dengan sawah. Tentunya karena aku teringat ayah yang seorang petani. Saat itualah aku berfikir ingin untuk melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi pertanian terbesar di negeri ini.
karna disekolah kami juga ada pelajaran pertanian, aku pun memahami tentang arti pentingnya pertanian untuk kehidupan ummat manusia. Seorang mantan rector yang telah wafat telah mengajarkanku arti pertanian sesungguhnya melalui buku yang ia tulis.
Saat kami belajar pertanian di sekolah aku pun teringat kembali akan ayahku yang seorang petani. kebanggaan pun muncul. Aku bangga mempunyai ayah seorang petani. Ia telah ikut serta menyelamatkan jutaan nyawa ummat manusia untuk kelaparan. Tanpa orang seperti ayahku, dunia ini akan berada dalam kehancuran dan peperangan terus menerus.
Petani adalah pahlawan kehidupan. Tanpa mereka kita tidak bisa makan. Tanpa mereka kita tak tahu mau makan apa hari ini.
Ketika melihat petani, aku selalu teringat ayahku, petani yang ku lihat dan ayahku mungkin tidak jauh berbeda. Ayahku kuat, gagah, sabar, tahan panas dan kotor. Cangkul selalu diayun untuk mengolah tanah, tanpa menghiraukan apakah cangkul itu akan mengenai kakinya atau tidak. Terik matahari di siang hari tak pernah dihiraukan. Tubuh pun hitam karena terbakar oleh sengat matahari. Tetapi itulah ayahku, seorang yang berjuang untuk membesarkan anak-anaknya. Ayahku tak tahu menahu tentang kebijakan pemerintah yang mungkin akan merugikannya dan teman-temannya.
Ayahku dan petani lain mempunyai nasib yang sama. Tetap kekurangan meski telah berjuang. Dikendalikan oleh tengkulak-tengkulak berduit. Dimanfaatkan oleh tuan tanah yang hanya ingin untung sendiri. Begitulah nasib petani kita. Menanam padi, tapi untuk makan berasyang bagus sulit. Menanam sayuran tapi tak penah makan sayuran.
Aku beruntung bisa sekolah.Aku belajar tentang pertanian Tapi yang terjadi sesunguhnya di petani kita, tak ada pertanian ideal yang sesuai dengan teori. Tapi dengan adanya aku di sini, untuk belajar aku pun jadi paham tentang apa yang harus aku lakukan dalam pertanian.
Aku mengemban amanah dari ayahku dan para petani seperti ayahku untuk memperbaiki nasib para petani. Bukan hanya nasib petani yang harus aku perbaiki. Aku juga harus mengubah wajah pertanian Indonesia. Pertanian berkemanusiaan, pertanian berteknologi tinggi, pertanian berkelanjutan, dan pertanian yang membawa kesejahteraan dan perdamaian.
Terima kasih AYAH!. Kau telah mengajariku menjadi seorang manusia utuh.
note: cerita tulisan ini hanya fiktif , ini adalah cara penulis untuk menuangkan ide dan pikiran melalui sebuah cerita seakan-akan ini adalah pengalaman penulis
kalau mau dianggap ini nyata juga boleh!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar